Psikologi Pembelajaran

Assalamu'alaikum Wr. Wb. ...

Salam sejahtera bagi semua,
Untuk melengkapi kemampuan serta ketrampilannya, seorang pendidik hendaklah membekali diri dengan pemahaman serta penguasaan akan aliran-aliran "Psykologi Pendidikan" yang sangat bermanfaat bagi dirinya sebagai landasanuntuk memberikan perlakuan terbaik kepada siswa-siswi didiknya. Oleh karena itu berikut secara bertahap akan kami postingkan beberapa teori psykologi, dengan harapan semoga bermanfaat bagi siapapun yang berkenan...

Teori Bruner


Jerome Bruner menyatakan bahwa matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep‑konsep dan struktur‑struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara konsep‑konsep dan struktur-struktur. Bruner, melalui teorinya itu, mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda‑benda (alat peraga). Melalui alat peraga yang akan ditelitinya itu, anak akan melihat langsung bagaimana keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang sedang diperhatikannya itu. Keteraturan tersebut kemudian oleh anak dihubungkan dengan keterangan intuitif yang telah melekat pada dirinya. Bruner sangat menyarankan keaktifan anak dalam proses belajar secara penuh. Lebih disukai lagi bila proses ini berlangsung di tempat yang khusus, yang dilengkapi dengan objek‑objek untuk dimanipulasi anak, misalnya laboratorium.


Teori Gagne


Menurut Gagne, dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh siswa, yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan aturan. Menurut Gagne, belajar dapat dikelompokkan menjadi 8 tipe belajar, yaitu belajar isyarat, stimulus respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal, membedakan, pembentukan konsep, pembentukan aturan, dan pemecahan masalah. Kedelapan tipe belajar itu terurut menurut taraf kesukarannya dari belajar isyarat sampai ke belajar pemecahan masalah. Lebih jauh Gagne mengemukakan bahwa hasil belajar harus didasarkan pada pengamatan tingkah laku, melalui stimulus respon dan belajar bersyarat. Alasannya adalah bahwa manusia itu organisme pasif yang bisa dikontrol melalui imbalan dan hukuman.


Teori Piaget


Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif sebagai skemata (schemas), yaitu kumpulan dari skema‑skema. Seorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekejanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan demikian seorang individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap daripada ketika ia masih kecil. Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget mengemukakan bahwa ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis (menurut usia kalender) yaitu:

a) Tahap Sensori Motor, dari lahir sampai umur 2tahun.

Bagi anak yang berada dalam tahap ini, pengalaman diperoleh metalui perbuatan fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra). la mulai mampu untuk melambangkan objek fisik ke dalam simbol‑simboi, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan.

b) Tahap Pra. Operasi, dari sekitar umur 2 tahun sampai dengan sekitar umur 7 tahun.
Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis. sehingga jika ia melihat objek‑objek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakannya berbeda pula.

c) Tahap Operasi Konkrit, dari sekitar umur 7 tahun sampai dengan sekitar umur 11 tahun.

Anak pada tahap ini baru mampu mengikat definisi yang telah ada dan mengungkapkannya kembali, akan tetapi belum mampu untuk merumuskan sendiri definisi‑definisi tersebut secara tepat, belum mampu menguasai simbol verbal dan ide‑ide abstrak.

d) Tahap Operasi Formal, dari sekitar umur 11 tahun dan seterusnya.

Tahap ini merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal‑hal yang abstrak. Penggunaan benda‑benda konkret tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan objek atau peristiwanya langsung. Penalaran yang terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan mienggunakan simbol-simbol, ide‑ide, abstraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan‑kemampuan untuk melakukan operasi‑operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan‑hubungan, memahami konsep promosi. Jadi, anak pada operasi formal tidak 1agi berhubungan dengan ada tidaknya benda‑henda konkrit, tetapi berhubungan dengan tipe berfikir. Apakah situasinya disertai oleh benda‑benda konkret atau tidak, bagi anak pada tahap berfikir formal tidak menjadi masalah.


Teori Skinner


Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Ganjaran merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan mcrupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif, sedangkan penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada hal‑ha1 yang sifatnya dapat diamati dan diukur.

Dalam teorinya Skinner menyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif, jika penguatan tersebut seiring dengan meningkatnya perilaku anak dalam melakukan penguatan perilakunya.

Skinner menambahkan bahwa jika respon siswa baik (menunjang efektivitas pencapaian tujuan) harus segera diberi penguatan positif agar respon tersebut lebih baik lagi, atau minimal

perbuatan baik itu dipertahankan. Misalnya dengan mengatakan "bagus, pertahankan prestasimu" untuk siswa yang mendapatkan nilai tes yang memuaskan.

Category: 0 komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar Anda di sini